Sejarah Singkat Bencana Tanjung Priok 1984

Sejarah Tragedi Tanjung Priok 1984 - Senin, 10 September 1984. Seorang oknum ABRI beragama Katholik, Sersan Satu Hermanu, mendatangi mushala As-Sa'adah untuk menyita pamflet berbau 'SARA'. Namun tindakan Sersan Hermanu sangat menyinggung perasaan ummat Islam. Ia masuk ke dalam masjid tanpa melepas sepatu, menyiram dinding mushala dengan air got, bahkan menginjak Al-Qur'an. 

Warga murka dan motor Hermanu dibakar. Buntutnya, empat orang pengurus mushala diciduk Kodim. Upaya persuasif yang dilakukan ulama tidak menerima respon dari aparat. Malah mereka memprovokasi dengan mempertontonkan salah seorang ikhwan yang ditahan itu, dengan badan penuh luka akhir siksaan.

Rabu. 12 September 1984 - Tanjung Priok 1984. Mubaligh Abdul Qodir Djaelani menciptakan pernyataan yang menentang azas tunggal Pancasila. Malamnya, di Jalan Sindang, Tanjung Priok, diadakan tabligh. Ribuan orang berkumpul dengan semangat membara, disemangati khotbah dari Amir Biki, Syarifin Maloko, Yayan Hendrayana, dll. Tuntutan semoga pegawapemerintah melepas empat orang yang ditahan terdengar semakin keras. 

Amir Biki dalam khotbahnya berkata dengan bunyi bergetar, "Saya beritahu Kodim, bebaskan keempat orang yang ditahan itu sebelum jam sebelas malam. Jika tidak, saya takut akan terjadi banjir darah di Priok ini". Mubaligh lain, Ustdaz Yayan, bertanya pada jamaah, "Man anshori ilallah? Siapa sanggup menolong agama Tuhan ?" Dijawab oleh massa, "Nahnu Anshorullah ! Kami siap menolong agama Tuhan !" 

Sampai jam sebelas malam tidak ada tanggapan dari Kodim, malah tank dan pasukan didatangkan ke daerah Priok. Akhirnya, lepas jam sebelas malam, massa mulai bergerak menuju markas Kodim. Ada yang membawa senjata tajam dan materi bakar. Tetapi sebagian besar hanyalah berbekal asma' Tuhan dan Al-Qur'an. Amir Biki berpesan, "Yang merusak bukan teman kita".

Di Jalan Yos Sudarso massa dan tentara berhadapan. Tidak terlihat polisi satupun, padahal seharusnya mereka yang terlebih dahulu menangani (dikemudian hari diketahui, para polisi ternyata dihentikan keluar dari markasnya oleh tentara). Massa sama sekali tidak beringas. Sebagian besar malah hanya duduk di jalan dan bertakbir. Tiba-tiba terdengar isyarat mundur dari komandan tentara. Mereka mundur dua langkah, kemudian ... astaghfirullah ! Tanpa peringatan terlebih dahulu, tentara mulai menembaki jamaah dan bergerak maju. Gelegar senapan terdengar bersahut-sahutan memecah kesunyian malam. 

Aliran listrik yang sudah dipadamkan sebelumnya menciptakan kilatan api dari moncong-moncong senjata terlihat mengerikan. Satu demi satu para syuhada tersungkur dengan darah membasahi bumi. Kemudian, tiba konvoi truk militer dari arah pelabuhan, menerjang dan melindas massa yang tiarap di jalan. Dari atas truk, orang-orang berseragam hijau tanpa nurani gencar menembaki. Tentara bahkan masuk ke perkampungan dan menembak dengan membabi-buta. Tanjung Priok banjir darah.

Pemerintah dalam laporan resminya yang diwakili Panglima ABRI, Jenderal L. B. Moerdani, menyebutkan bahwa korban tewas 'hanya' 18 orang dan luka-luka 53 orang - Sejarah singkat Tragedi Tanjung Priok 1984. Namun dari hasil pemeriksaan tim pencari fakta, SONTAK (SOlidaritas Nasional untuk kejadian TAnjung prioK), diperkirakan sekitar 400 orang tewas, belum terhitung yang luka-luka dan cacat. Sampai dua tahun sesudah kejadian pembantaian itu, suasana Tanjung Priok begitu mencekam. Siapapun yang menanyakan kejadian 12 September, menanyakan anak atau kerabatnya yang hilang, akan berurusan dengan aparat.

Sebenarnya semenjak beberapa bulan sebelum tragedi, suasana Tanjung Priok memang terasa panas. Tokoh-tokoh Islam menduga keras bahwa suasana panas itu memang sengaja direkayasa oleh oknum-oknum tertentu dipemerintahan yang memusuhi Islam. Terlebih lagi kalau melihat yang menjadi Panglima ABRI ketika itu, Jenderal Leonardus Benny Moerdani, yaitu seorang Katholik yang sudah dikenal permusuhannya terhadap Islam.

Suasana rekayasa ini terutama sekali dirasakan oleh ulama-ulama di luar tanjung Priok. Sebab, di daerah lain kota Jakarta sensor bagi para mubaligh sangat ketat. Namun entah kenapa, di Tanjung Priok yang merupakan basis Islam itu para mubaligh sanggup bebas berbicara bahkan mengkritik pemerintah, hingga menolak azas tunggal Pancasila. Adanya rekayasa dan provokasi untuk memancing ummat Islam sanggup diketahui dari beberapa kejadian lain sebelum itu, contohnya dari pembangunan bioskop Tugu yang banyak memutar film maksiat diseberang Masjid Al-Hidayah. 

Tokoh senior menyerupai M. Natsir dan Syafrudin Prawiranegara bahwasanya telah melarang ulama untuk tiba ke Tanjung Priok semoga tidak masuk ke dalam perangkap. Namun ajakan ini rupanya tidak hingga kepada para mubaligh Priok. Dari kisah Syarifin Maloko, ketua SONTAK dan mubaligh yang terlibat pribadi kejadian 12 September, ia gres mendengar adanya larangan tersebut sesudah berada di dalam penjara. Rekayasa dan pancingan ini tujuannya tak lain untuk memojokkan Islam dan ummatnya di Indonesia.

Dampak dari Peristiwa Tanjung Priok 1984, Tragedi Tanjung Priok yang telah menyebabkan pertumpahan darah, jiwa yang melayang. Sebagian besar berasal dari kalangan umat Islam, terutama mereka yang dianggap melaksanakan tindakan subversi dengan statemen-statemen keinginan Negara Islam. Jumlah korban dalam bencana masih simpang siur. 

Pemerintah dalam laporan resminya yang diwakili Panglima ABRI, Jenderal L. B. Moerdani, menyebutkan bahwa korban tewas 'hanya' 18 orang dan luka-luka 53 orang. Menurut hasil pemeriksaan tim pencari fakta, SONTAK (SOlidaritas Nasional untuk kejadian Tanjung prioK), diperkirakan sekitar 400 orang tewas, belum terhitung yang luka-luka dan cacat. Sementara berdasarkan Komnas HAM dalam laporannya yang dimuat di Tempo Interaktif menyatakan korban sebanyak 79 orang yang terdiri dari korban luka sebanyak 55 orang dan meninggal 24 orang. Sementara keterangan resmi pemerintah korban hanya 28 orang.

 Namun tindakan Sersan Hermanu sangat menyinggung perasaan ummat Islam Sejarah Singkat Tragedi Tanjung Priok 1984
Foto: Tragedi Tanjung Priok 1984/ 27victory.wordpress.com

Sampai dua tahun sesudah kejadian pembantaian itu, suasana Tanjung Priok begitu mencekam - Sejarah Tragedi Tanjung Priok 1984. Siapapun yang menanyakan kejadian 12 September, menanyakan anak atau kerabatnya yang hilang, akan berurusan dengan aparat. Hingga kini, kejadian Tanjung Priok masih menyisakan misteri. Korban yang meninggal tidak diketahui pemakamannya. Sedangkan mereka yang ditahan mengalami cacat seumur hidup, juga tidak terang kesalahannya, banyak diantara mereka yang menjadi koban, padahal tidak mengetahui apa-apa. 

DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku Pusat Studi dan Pengembangan Informasi Partai Bulan Bintang. (1998). Tanjung Priok Berdarah, Tanggung Jawab Siapa? Kumpulan Fakta dan Data. Jakarta : Gema Insani Press.

Ricklefs, MC. (2008). Sejarah Indonesia Modern 1200-2008. Jakarta : Serambi.

https://27victory.wordpress.com/2010/04/15/foto-foto-tragedi-priok-berdarah-ii-aparat-vs-rakyat/

Artikel Terkait

Belum ada Komentar untuk "Sejarah Singkat Bencana Tanjung Priok 1984"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel