Sejarah Sistem Tanam Paksa Di Indonesia

Sejarah Sistem Tanam Paksa di Indonesia - Dalam tahun 1830 pemerintah Hindia Belanda mengangkat Gubernur Jenderal yang gres untuk Indonesia, yaitu Johannes Van den Bosch, yang diserahi kiprah utama untuk meningkatkan produksi flora ekspor yang terhenti selama system pajak tanah berlangsung. Dalam membebankan Van den Bosch dengan kiprah yang tidak gampang ini, pemerintah Hindia Belanda terutama terdorong oleh keadaan yang parah dari keuangan negeri Belanda.

Hal ini disebabkan budget Pemerintahan Belanda dibebani hutang-hutang yang besar. Oleh lantaran persoalan gawat ini tidak sanggup di tanggulangi oleh negeri Belanda sendiri, aliran timbul untuk mencari pemecahannya di koloni-koloninya di Asia, yaitu di Indonesia. Hasil dari pada pertimbangan-pertimbangan ini ialah gagasan system tanam paksa yang di intruduksi oleh Van den Bosch sendiri.

2) Pengertian sistem tanam paksa
3) Politik etis
4) Makalah sistem tanam paksa
5) Latar belakang timbulnya sistem tanam paksa
6) Sistem sewa tanah
7) Ketentuan sistem tanam paksa
8) Pelaksanaan sistem tanam paksa
9) Latar belakang sistem tanam paksa

Pada dasarnya system tanam paksa ini, yang selama zaman belanda populer dengan nama cultuurstelsel, berarti pemulihan system eksploitasi berupa penyerahan-penyerahan wajib dan dengan memperlihatkan mereka perangsang-perangsang positif, yaitu sehabis mereka melunasi kewajiban pembayaran sewa tanah (land rent) maka mereka sanggup memperoleh hasil higienis dari penjualan-penjualan hasil-hasil pertanian mereka sendiri. Kegagalan system pajak tanah meyakinkan Van den Bosch bahwa pemulihan system penyerahan wajib perlu sekali untuk memperoleh hasil flora dagang yang sanggup di ekspor keluar negeri.

Lagi pula, pengalaman selama sistem pajak tanah berlaku telah memperlihatkan bahwa pemerintahan kolonial tidak sanggup membuat hubungan eksklusif dengan petani yang secara efektif sanggup menjamin arus flora ekspor dalam jumlah yang dikehendaki tanpa mengadakan hubungan lebih dahulu pripara bupati-bupati dan kepala desa. Artinya ikatan-ikatan feodal dan tradisional yang berlaku didaerah pedesaan masih perlu dimafaatkan jikalau hasil-hasil yang diharapkan ingin diperoleh.

Sistem tanam pakasa mewajibkan para petani di Jawa untuk menanam tanaman-tanaman dagang untuk diekspor ke pasar dunia. Walaupun system eksploitasi VOC dan system tanam paksa terdapat persamaan, khususnya dalam hal penyerahan wajib, namun efek system tanam paksa atas kehidupan desa di jawa jauh lebih dalam dan jauh lebih mengoncangkan dari pada efek VOC selama kurang lebih dua abad.

Ciri utama dari system tanam paksa yang diperkenalkan oleh Van den Bosch ialah keharusan bagi rakyat di jawa untuk membayar pajak mereka dalam bentuk barang, yaitu hasil-hasil pertanian mereka dan bukan dalam bentuk uang menyerupai yang mereka lakukan selama system pajak tanah berlaku. Van deb bosch mengharapkan semoga dengan pungutan-pungutan pajak dalam bentuk natura ini flora dagang biasa dikirimkan ke Negara Belanda untuk di jual disana kepada pembeli-pembeli dari Amerika dan seluruh eropa dengan laba yang besar bagi pemerintah dan pengusaha-pengusaha belanda.

Selama system pajak tanah masih berlaku antara 1810 dan 1830 penanaman dan penyerahan wajib telah di hapus terkecuali untuk kawasan parahiangan di Jawa Barat. Di kawasan ini rakyat Parahiyangan di wajibkan untuk menanam kopi, khususnya di daerah-daerah pengunungan yang masih kosong. Pajak yang mereka wajib bayar kepada pemerintahan kolonial ialah dalam bentuk kopi yang mereka hasilkan, sedangkan segala macam dalam bentuk pajak lainya dibebaskan, kecuali yang mereka harus bayarkan secara tradisional kepada para bupati.

Dalam sistem tanam paksa azas yang di terapkan pada kawasan parahiyangan ini direncanakan untuk di terapkan di seluruh pulau jawa. Khususnya diharapkan semoga sistem penanaman paksa ini sanggup meningkatkan produksi flora dagang di seluruh pulau jawa hingga tingkat yang di capai kawasan parahiyangan, yaitu yang rata-rata sanggup menghasilkan f.5 per satu rumah tangga.

Dalam salah satu prasaran yang telah ditulis Van den Bosch sebelum ia dikirim ke Indonesia, terdapat suatu asumsi bahwa produksi flora ekspor sanggup ditingkatkan sebanyak kurang lebih f.5 hingga f.20 juta setiap tahun, jikalau sistem tanam paksa yang di praktekkan di parahiyangan juga diintroduksi di daerah-daerah lainnya. Van den Bosch yakin paksaan yang dijalankan oleh VOC ialah cara terbaik untuk memperoleh flora dagang untuk pasar eropa, lantaran ia menyaksikan bahwa perkebunan-perkebunan eropa yang memperkerjakan tanaga-tenaga yang bebas sanggup bersaing dengan perkebunan-perkebunanan di pulau Jawa.

Di lain pihak Van den Bosch berkeyakinan bahwa pembatalan sistem pajak tanah dan penggantian sistem ini, dengan penyerahan wajib, juga akan menguntungkan para petani, lantaran dalam kenyataannya pajak tanah yang perlu dibayar oleh para petani sering mencapai jumlah sepertiga hingga separoh dari nilai hasil pertaniannya. Jika kewajiban pembayar pajak tanah ini digantikan dengan kewajiban untuk menyediakan sabagian dari waktu kerjanya untuk menanam flora dagang, contohnya 66 hari dalam setahun, maka kewajiban ini akan lebih ringan dari pada kewajiban membayar pajak tanah.

Pelaksanaan
Ketentuan-ketentuan pokokdari sistem tanam paksa tertera dalam Staatsblad (lembaran Negara) tahun 1834, no. 22 jadi beberapa tahun sehabis sistem tanam paksa mulai dijalankan di pulau jawa, berbunyi sebagi berikut:
  1. Persetujuan-persetujuan akan diadaka dengan penduduk semoga mereka menyediakan sebagian dari tanahnya untuk penanaman flora dagang yang sanggup dijual dipasaran Eropa.
  2. Bagian dari tanah pertanian yang disediakan penduduk untuk tujuan ini dihentikan melebihi seperlima dari tanah pertanian yang dimiliki penduduk desa.
  3. Pekerjaan yang dibutuhkan untuk menanam flora dagang dihentikan melebihi pekerjaan yang di perlukan untuk menanam padi.
  4. Bagian dari tanah yang di sediakan untuk menanam flora dagang dibebaskan dari pembayaran pajak tanah.
  5. Tanaman dagang yang dihasilkan ditanah-tanah yang disediakan, wajib diserahkan kepada pemerintah Hindia Belanda. Jika nilai hasil-hasil flora dagang yang ditaksir itu melebihi pajak tanah yang harus dibayar rakyat, maka selisih positifnya harus diserahkan kepada rakyat.
  6. Panen flora dagang yang gagal harus dibebankan kepada pemerintah, sedikit-sedikitnya jikalau kegagalan ini tidak disebabkan oleh kurang rajin atau ketekunan dari pihak rakyat.
  7. Penduduk desa mengerjakan tanah-tanah mereka dibawah pengawasan kepala-kepala mereka, sedangkan pegawai-pegawai Eropa hanya membatasi diri pada pengawasan apakah membajak tanah, panen, dan pengangkutan tanaman-tanaman berjalan dengan baik dan sempurna pada waktunya.

Di atas kertas ketentuan-ketentuan di atas memang kelihatan tidak terlampau menekan rakyat, walaupun orang pada prinsipnya sanggup mengajukan keberatan-keberatan mengenai unsure paksaan yang terdapat dalam sistem tanam paksa itu, Sejarah Sistem Tanam Paksa di Indonesia. Dalam praktek pelaksanaan sistem tanam paksa sering sekali jauh menyimpang dari ketentuan-ketentuan pokok, sehingga rakyat banyak dirugikan, kecuali mungkin ketentuan-ketentuan nomor 4 dan 7 tersebut diatas.

 pemerintah Hindia Belanda mengangkat Gubernur Jenderal yang gres untuk Indonesia Sejarah Sistem Tanam Paksa di Indonesia
Sejarah Sistem Tanam Paksa di Indonesia/berpendidikan.com

Menurut ketentuan-ketentuan dalam lembaran Negara tahun 1834 nomor 22 maka setiap persetujuan yang diadakan pemerintah Hindia Belanda dengan rakyat mengenai pemakaian sebagian dari tanah pertanian mereka untuk penanaman flora dagang harus di dasarkan atas kerelaan dari pihak rakyat tanpa didorong oleh unsur paksaan atau unsur ketakutan.

Akan tetapi dalam kenyataan ternyata seluruh pelaksanaan sistem tanam paksa didasarkan atas unsur paksaan. Jelaslah kiranya bahwa dalam hal ini pemerintah kolonial mengunakan atau lebih tepatnya menyalahgunakan, kekuasaan tradisional dari para bupati dan kepala-kepala desa untuk memaksa rakyat semoga mereka menyerahkan sebagian dari tanah mereka untuk tujuan sistem tanam paksa.

Daftar Pustaka

Nugroho Notosusanto, Sejarah nasional Indonesia, Jakarta :Balai Pustaka, 1993.
www.tanam-paksa.com

Belum ada Komentar untuk "Sejarah Sistem Tanam Paksa Di Indonesia"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel