Sejarah Singkat Kehidupan Mohammad Hatta
Kehidupan Mohammad Hatta - Drs. Mohammad Hatta (1902–1980) ialah wakil presiden pertama RI (1945–1957) dan sebagai bapak koperasi Indo-nesia. Beliau juga sangat berperan dalam upaya memperoleh legalisasi kedaulatan dari pemerintah Belanda terhadap kedau-latan RI. Mohammad Hatta lahir di Bukit-tinggi, Sumatra Barat pada 12 Agustus1902. Jenjang pendidikannya ditempuh di Europoesche Lagere School (ELS) di Bukit-tinggi, Meer Uitgebreid Lagere Onderwijs (MULO) di Padang, dan Handels Middelsbare School (HMS) di Jakarta.
Sejak duduk di MULO di kota Padang, ia telah tertarik pada pergerakan. Hatta masuk ke perkumpulan Jong Sumatranen Bond. Tahun 1921 Hatta datang di Negeri Belanda untuk berguru di Handels Hoge School Rotterdam. Ia mendaftar pada Indische Vereniging. Perkumpulan yang menolak bekerja sama dengan Belanda itu kemudian berganti nama lagi menjadi Perhimpunan Indonesia (PI).
Koran Hindia Poetra, terbit & pada tahun 1924 majalah ini berganti nama menjadi Indonesia Merdeka. Hatta lulus dalam ujian handels economie (ekonomi perdagangan) pada tahun 1923. Perpanjangan rencana studinya itu memungkinkan Hatta terpilih menjadi Ketua PI pada tanggal 17 Januari 1926. Pada kesempatan itu, ia berpidato ihwal Struktur Ekonomi.
Di bawah kepemimpinannya, PI berubah menjadi organisasi politik yang menghipnotis jalannya politik rakyat di Indonesia. Pada tahun 1926, Hatta memimpin delegasi ke Kongres Demokrasi Intemasional untuk Perdamaian di Bierville, Prancis.
Dengan Nazir St. Pamontjak, Ali Sastroamidjojo, dan Abdul Madjid Djojoadiningrat, Hatta dipenjara selama lima setengah bulan. Pada tanggal 22 Maret 1928, mahkamah pengadilan di Den Haag membebaskan keempatnya dari segala tuduhan. Dalam sidang bersejarah, Hatta mengemukakan pidato pembelaan yg mengagumkan yakni "Indonesia Vrij" atw "Indonesia Merdeka".
Pada tanggal 17 Agustus 1945, Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta beserta para tokoh lainnya memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Ir. Soekarno membacakan teks proklamasi kemerdekaan dan Drs. Moh. Hatta sebagai pendampingnya, bahkan dalam teks proklamasi tersebut tercantum nama dan tanda tangan mereka berdua atas nama bangsa Indonesia. Oleh sebab itulah, Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta diberi gelar sebagai jagoan proklamator pada tahun 1986.
Pada tahun 1921 Hatta datang di Negeri Belanda untuk berguru pada Handels Hoge School di Rotterdam. Ia mendaftar sebagai anggota Indische Vereniging. Tahun 1922, perkumpulan ini berganti nama menjadi Indonesische Vereniging. Perkumpulan yang menolak bekerja sama dengan Belanda itu kemudian berganti nama lagi menjadi Perhimpunan Indonesia (PI). Hatta juga mengusahakan semoga majalah perkumpulan, Hindia Poetra, terbit secara teratur sebagai dasar pengikat antaranggota.
Pada tahun 1924 majalah ini berganti nama menjadi Indonesia Merdeka. Hatta lulus dalam ujian handels economie (ekonomi perdagangan) pada tahun 1923. Semula ia bermaksud menempuh ujian doctoral di bidang ilmu ekonomi pada final tahun 1925 - Sejarah Kehidupan Mohammad Hatta. Karena itu pada tahun 1924 ia non-aktif dalam PI. Tetapi waktu itu dibuka jurusan baru, yaitu aturan negara dan aturan administratif. Hatta pun memasuki jurusan itu terdorong oleh minatnya yang besar di bidang politik.
Pada bulan Juli 1932, Hatta berhasil menuntaskan studinya di Negeri Belanda dan sebulan kemudian ia datang di Jakarta. Antara final tahun 1932 dan 1933, kesibukan utama Hatta ialah menulis aneka macam artikel politik dan ekonomi untuk Daulat Ra'jat dan melaksanakan aneka macam kegiatan politik, terutama pendidikan kader-kader politik pada Partai Pendidikan Nasional Indonesia.
Prinsip non-kooperasi selalu ditekankan kepada kader-kadernya. Reaksi Hatta yang keras terhadap perilaku Soekarno sehubungan dengan penahannya oleh Pemerintah Kolonial Belanda, yang berakhir dengan pembuangan Soekarno ke Ende, Flores, terlihat pada tulisan-tulisannya di Daulat Ra'jat, yang berjudul "Soekarno Ditahan" (10 Agustus 1933), "Tragedi Soekarno" (30 Nopember 1933), dan "Sikap Pemimpin" (10 Desember.
Pada bulan Januari 1935, Hatta dan kawan-kawannya datang di Tanah Merah, Boven Digoel (Papua). Kepala pemerintahan di sana, Kapten van Langen, memperlihatkan dua pilihan: bekerja untuk pemerintahan kolonial dengan upah 40 sen sehari dengan harapan nanti akan dikirim pulang ke kawasan asal, atau menjadi buangan dengan mendapatkan materi makanan in natura, dengan tiada harapan akan dipulangkan ke kawasan asal. Hatta menjawab, kalau ia mau bekerja untuk pemerintah kolonial waktu ia masih di Jakarta, niscaya telah menjadi orang besar dengan honor besar pula. Maka tak perlulah ia ke Tanah Merah untuk menjadi kuli dengan honor 40 sen sehari.
Pada awal Agustus 1945, Panitia Penyidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia diganti dengan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia, dengan Soekamo sebagai Ketua dan Mohammad Hatta sebagai Wakil Ketua. Anggotanya terdiri dari wakil-wakil kawasan di seluruh Indonesia, sembilan dari Pulau Jawa dan dua belas orang dari luar Pulau Jawa. Pada tanggal 16 Agustus 1945 malam, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia mempersiapkan proklamasi dalam rapat di rumah Admiral Maeda (JI Imam Bonjol, sekarang), yang berakhir pada pukul 03.00 pagi keesokan harinya. Panitia kecil yang terdiri dari 5 orang, yaitu Soekamo, Hatta, Soebardjo, Soekarni, dan Sayuti Malik memisahkan diri ke suatu ruangan untuk menyusun teks proklamasi kemerdekaan.
Indonesia harus mempertahankan kemerdekaannya dari perjuangan Pemerintah Belanda yang ingin menjajah kembali. Pemerintah Republik Indonesia pindah dari Jakarta ke Yogyakarta. Dua kali negosiasi dengan Belanda menghasilkan Perjanjian Linggarjati dan Perjanjian Reville, tetapi selalu berakhir dengan kegagalan jawaban kecurangan pihak Belanda. Untuk mencari pertolongan luar negeri, pada Juli I947, Bung Hatta pergi ke India menemui Jawaharlal Nehru dan Mahatma Gandhi. dengan menyamar sebagai kopilot berjulukan Abdullah (Pilot pesawat ialah Biju Patnaik yang kemudian menjadi Menteri Baja India di masa Pemerintah Perdana Menteri Morarji Desai). Nehru berjanji, India sanggup membantu Indonesia dengan protes dan resolusi kepada PBB semoga Belanda dihukum.
Selama menjadi Wakil Presiden, Bung Hatta tetap aktif memberikan ceramah-ceramah di aneka macam forum pendidikan tinggi. Dia juga tetap menulis aneka macam karangan dan buku-buku ilmiah di bidang ekonomi dan koperasi. Dia juga aktif membimbing gerakan koperasi untuk melaksanakan impian dalam konsepsi ekonominya. Tanggal 12 Juli 1951, Bung Hatta mengucapkan pidato radio untuk menyambut Hari Koperasi di Indonesia. Karena besamya kegiatan Bung Hatta dalam gerakan koperasi, maka pada tanggal 17 Juli 1953 ia diangkat sebagai Bapak Koperasi Indonesia pada Kongres Koperasi Indonesia di Bandung. Pikiran-pikiran Bung Hatta mengenai koperasi antara lain dituangkan dalam bukunya yang berjudul Membangun Koperasi dan Koperasi Membangun (1971).
Pada tangal 27 Nopember 1956, ia memperoleh gelar kehormatan akademis yaitu Doctor Honoris Causa dalam ilmu aturan dari Universitas Gajah Mada di Yoyakarta. Pada kesempatan itu, Bung Hatta mengucapkan pidato pengukuhan yang berjudul "Lampau dan Datang". Sesudah Bung Hatta meletakkan jabatannya sebagai Wapres RI, beberapa gelar akademis juga diperolehnya dari aneka macam perguruan tinggi.
Universitas Padjadjaran di Bandung mengukuhkan Bung Hatta sebagai guru besar dalam ilmu politik perekonomian. Universitas Hasanuddin di Ujung Pandang memberikan gelar Doctor Honoris Causa dalam bidang Ekonomi - Sejarah Kehidupan Mohammad Hatta. Universitas Indonesia memberikan gelar Doctor Honoris Causa di bidang ilmu hukum. Pidato pengukuhan Bung Hatta berjudul "Menuju Negara Hukum".
Pada tanggal 15 Agustus 1972, Presiden Soeharto memberikan kepada Bung Hatta anugerah negara berupa Tanda Kehormatan tertinggi "Bintang Republik Indonesia Kelas I" pada suatu upacara kenegaraan di Istana Negara. Bung Hatta, Proklamator Kemerdekaan dan Wapres Pertama Republik Indonesia, wafat pada tanggal 14 Maret 1980 di Rumah Sakit Dr Tjipto Mangunkusumo, Jakarta, pada usia 77 tahun dan dikebumikan di TPU Tanah Kusir pada tanggal 15 Maret 1980.
DAFTAR PUSTAKA
Sri Sudarmi, Waluyo. Galeri pengetahuan sosial terpadu2: SMP/MTs Kelas VIII, Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, 2008.
Belum ada Komentar untuk "Sejarah Singkat Kehidupan Mohammad Hatta"
Posting Komentar