Jejak Sejarah Negara Islam Samudera Pasai

Jejak Lain Negara Islam Samudera Pasai - Hari ini masih berlanjut pada pembahasan sebelum nya yaitu masa prakolonial. Pembahasan ini akan mengetengahkan kepada kita mengenai informasi wacana jejak sejarah khususnya untuk negara islam samudra pasai. Anda ingin tau bukti apa yang sanggup kita pelajari, simak klarifikasi lengkapnya berikut.

IBNU Battutah, musafir Islam populer asal Maroko, mencatat hal yang sangat berkesan bagi dirinya ketika mengunjungi sebuah kerajaan di pesisir pantai timur Sumatera sekitar tahun 1345 Masehi. Setelah berlayar selama 25 hari dari Barhnakar (sekarang masuk wilayah Myanmar), Battutah mendarat di sebuah tempat yang sangat subur. Perdagangan di tempat itu sangat maju, ditandai dengan penggunaan mata uang emas. Ia semakin takjub alasannya ketika turun ke kota ia mendapati sebuah kota besar yang sangat indah dengan dikelilingi dinding dan menara kayu.

Kota perdagangan di pesisir itu yaitu ibu kota Kerajaan Samudera Pasai. Samudera Pasai (atau Pase kalau mengikuti sebutan masyarakat setempat) bukan hanya tercatat sebagai kerajaan yang sangat kuat dalam pengembangan Islam di Nusantara. Pada masa pemerintahan Sultan Malikul Dhahir, Samudera Pasai bermetamorfosis sentra perdagangan internasional. Pelabuhannya diramaikan oleh pedagang-pedagang dari Asia, Afrika, Cina, dan Eropa.

Kejayaan Samudera Pasai yang berada di tempat Samudera Geudong, Aceh Utara, diawali dengan penyatuan sejumlah kerajaan kecil di tempat Peurelak, menyerupai Rimba Jreum dan Seumerlang. Sultan Malikussaleh yaitu salah seorang keturunan kerajaan itu yang menaklukkan beberapa kerajaan kecil dan mendirikan Kerajaan Samudera pada tahun 1270 Masehi.

Ia menikah dengan Ganggang Sari, seorang putri dari kerajaan Islam Peureulak. Dari ijab kabul itu, lahirlah dua putranya yang berjulukan Malikul Dhahir dan Malikul Mansyur. Setelah keduanya beranjak dewasa, Malikussaleh menyerahkan takhta kepada anak sulungnya Malikul Dhahir. Ia mendirikan kerajaan gres berjulukan Pasai. Ketika Malikussaleh mangkat, Malikul Dhahir menggabungkan kedua kerajaan itu menjadi Samudera Pasai.

Dalam dongeng perjalanannya ke Pasai, Ibnu Battutah menggambarkan Sultan Malikul Dhahir sebagai raja yang sangat saleh, pemurah, rendah hati, dan memiliki perhatian kepada fakir miskin. Meskipun ia telah menaklukkan banyak kerajaan, Malikul Dhahir tidak pernah bersikap jemawa. Kerendahan hatinya itu ditunjukkan sang raja ketika menyambut rombongan Ibnu Battutah. Para tamunya dipersilakan duduk di atas hamparan kain, sedangkan ia eksklusif duduk di tanah tanpa beralas apa-apa.

Dengan cermin pribadinya yang begitu rendah hati, raja yang memerintah Samudera Pasai dalam kurun waktu 1297-1326 M ini, pada kerikil nisannya dipahat sebuah syair dalam bahasa Arab, yang artinya, ini yaitu makam yang mulia Malikul Dhahir, cahaya dunia sinar agama.

Tercatat, selama era 13 hingga awal era 16, Samudera Pasai dikenal sebagai salah satu kota di wilayah Selat Malaka dengan bandar pelabuhan yang sangat sibuk. Bersamaan dengan Pidie, Pasai menjadi sentra perdagangan internasional dengan lada sebagai salah satu komoditas ekspor utama.

Saat itu Pasai diperkirakan mengekspor lada sekitar 8.000- 10.000 bahara setiap tahunnya, selain komoditas lain menyerupai sutra, kapur barus, dan emas yang didatangkan dari tempat pedalaman. Bukan hanya perdagangan ekspor impor yang maju. Sebagai bandar dagang yang maju, Samudera Pasai mengeluarkan mata uang sebagai alat pembayaran. Salah satunya yang terbuat dari emas dikenal sebagai uang dirham.

Hubungan dagang dengan pedagang-pedagang Pulau Jawa juga terjalin. Produksi beras dari Jawa ditukar dengan lada. Pedagang-pedagang Jawa menerima kedudukan yang istimewa di pelabuhan Samudera Pasai. Mereka dibebaskan dari pembayaran cukai.

Pembahasan tentang Jejak Lain Negara Islam Samudera Pasai selanjutnya akan membicarakan dari sisi impor dan ekspor serta mengenai peninggalam makan. Silahkan dilanjutkan sebagai berikut.

Impor dan ekspor
Selain sebagai sentra perdagangan, Pasai juga menjadi sentra perkembangan Islam di Nusantara. Kebanyakan mubalig Islam yang tiba ke Jawa dan tempat lain berasal dari Pasai.

Eratnya dampak Kerajaan Samudera Pasai dengan perkembangan Islam di Jawa juga terlihat dari sejarah dan latar belakang para Wali Songo. Sunan Kalijaga memperistri anak Maulana Ishak, Sultan Pasai. Sunan Gunung Jati alias Fatahillah yang gigih melawan penjajahan Portugis lahir dan besar di Pasai. Laksamana Cheng Ho tercatat juga pernah berkunjung ke Pasai.

Situs Kerajaan Islam Samudera Pasai ini sempat sangat populer di tahun 1980-an, sebelum konflik di Aceh semakin memanas dan menyurutkan para peziarah. Menurut Yakub, juru kunci makam Sultan Malikussaleh, nama besar sang sultan turut mengundang rasa keingintahuan para peziarah dari Malaysia, India, hingga Pakistan. "Negara-negara itu dulunya menjalin relasi dagang dengan Pasai," tutur Yakub.

Sejarah Pasai yang begitu panjang masih sanggup ditelusuri lewat sejumlah situs makam para pendiri kerajaan dan keturunannya di makam raja-raja itu. Makam itu menjadi saksi satu-satunya alasannya peninggalan lain menyerupai istana sudah tidak ada. Makam Sultan Malikussaleh dan cucunya, Ratu Nahrisyah, yaitu dua kompleks situs yang tergolong masih terawat.

Makam Sultan Malikussaleh berada di verbal pintu masuk ke cagar budaya Samudera Pasai.
Sekitar setengah kilometer dari makam itu ada lokasi yang dulunya istana Kerajaan Pasai. Sayang sekali, wujud fisik bangunan yang berada persis di bibir pantai Lhok Seumawe itu tak lagi sanggup dinikmati.

Kawasan itu sudah beralih fungsi menjadi lahan pertambakan. Menurut Yakub, bangunan istana kesultanan sebagian besar terdiri atas kayu. Bekas-bekas fondasi dari kerikil bata merah masih terlihat di atas tanah tempat berdirinya kerajaan. Di atas tanah seluas lebih dari lima hektar itu, aura kebesaran kerajaan masih sangat terasa.

Di lokasi itu juga terdapat makam Peut Ploh Peut (44), ulama yang meninggal alasannya dihukum Raja Bakoi, salah satu raja di Pasai. Raja menganggap ke-44 ulama itu sebagai lawan politiknya dan memerintahkan supaya mereka dibunuh. Akibat tindakannya yang sewenang-wenang, rakyat menjuluki ia Raja Bakoi, yang berdasarkan masyarakat setempat berarti pelit.

Perjalanan berakhir di kompleks makam Ratu Nahrisyah. Di situs ini ada sebuah sumur renta yang berdasarkan dogma warga dasarnya bekerjasama eksklusif dengan laut. Mereka mengatakan, pernah ada warga yang tak sengaja menjatuhkan timba ke dalam sumur itu dan menemukannya di pinggir pantai. "Sumur ini tak pernah kering, bahkan di demam isu kemarau sekalipun ketika sumur kami sudah kelihatan dasarnya, sumur ini tetap saja penuh," kata Azwan, warga Kampung Kuta Krueng.

 Hari ini masih berlanjut pada pembahasan sebelum nya yaitu masa prakolonial Jejak Sejarah Negara Islam Samudera Pasai

Makam sang ratu dan suaminya terbuat dari marmer dengan gesekan bermotif flora. Marmer-marmer glamor berwarna coklat susu itu didatangkan khusus dari Gujarat untuk menghias tempat peristirahatan terakhir sang ratu. "Makam ini sanggup dibongkar pasang, menyerupai lembaran papan yang sanggup disusun ulang," ucap Yakub.

Daftar Pustaka
Menemukan peradaban: jejak arkeologis dan historis Islam Indonesia, Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, 1998. 


Artikel Terkait

Belum ada Komentar untuk "Jejak Sejarah Negara Islam Samudera Pasai"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel